gsfafaf
Me and Life
Berkarya Tak Butuh Biaya, Berkarya Butuh Usaha
Selasa, 03 Juli 2012
Selasa, 26 Juni 2012
Beriman atau Berilmu
Malam kemarin saya kembali membuka buku
Psikologi Kepribadian yang mulai berdebu dalam lemari. Halaman demi halaman
yang kubuka hanya tertulis nama-nama orang bule. Sigmund Freud, Carl Jung, Skinner,
Fiktor Frankl, Ivan Pavlov dan sebagainya. Pikiranku kemudian menerawang bahwa
mau tidak mau teori-teori mereka inilah yang akan saya pelajari. Bahkan saya
rasa, hasil “ijtihad” bule-bule ini secara tidak langsung mulai menggerogoti
pikiran hingga tak sadar pemikiran mereka sudah mengubah nilai-nilai yang saya
anut selama ini. Jangan salah su’udzon dulu, bung. Saya belum kafir. Saya
juga masih tidak sependapat dengan Nietzsche bahwa Tuhan telah mati. Justru sebaliknya,
saya kira teori-teori merekalah yang justru “mematikan” Tuhan.
Mematikan Tuhan inilah yang mungkin dianut
oleh beberapa ahli psikologi dan ilmuwan di bidang ilmu pengetahuan lain. Dalam
tulisannya Yadi Purwanto pernah menyebutkan bahwa memang ketika kita berbicara
tentang kepribadian manusia ada hal-hal yang tidak bisa dicapai oleh akal
pikiran manusia. Sehingga melibatkan “alam gaib” yaitu wahyu Tuhan harus
dilakukan. Namun terkadang beberapa orang takut jika melakuka hal itu disebut
sebagai tidak ilmiah. Akhirnya mereka lebih suka disebut “tidak beriman”
daripada “tidak ilmiah”.
Berkiblat pada dunia barat (yang notabene
bebas nilai) ini, yang menjadikan beberapa orang ilmiah tapi belum tentu
beriman. Misalnya dalam DSM (diagnostic statistical of mental disorder)
yang menjadi buku wajib bagi psikolog klinis. Jika Anda mencari gay dan
lesbian, maka Anda tidak akan mendapatkan itu lagi. Dalam DSM gay dan lesbian
sudah tidak termasuk gangguan kepribadian. Artinya gay dan lesbian ini sudah
bukan penyakit alias normal alias wajar-wajar saja. Apakah ini tidak ilmiah?
Saya rasa sangat ilmiah. Berhubung orang-orang yang menyusun buku ini adalah
profesor-profesor di bidangnya. Apakah mereka tidak beriman? Saya tidak berani
mengatakan ya atau tidak. Bisa saja mereka sangat beriman sesuai dengan keyakinan
yang mereka anut.
Psikologi Bermain: Terapi Bermain
Definisi
Terapi bermain adalah salah satu terapi yang menggunakan segala kemampuan
bermain dan alat permainan, anak bebas memilih permainan yang ia sukai dan
perawat ikut serta dalam permainan tersebut. Dan berusaha agar anak bebas mengungkapkan
perasaannya sehingga ia merasa aman, puas dan dihargai (Fortinash and Warrel,
1995). Terapis yang cakap menggunakan teknik ini sebagai metode untuk mengenal
gangguan emosional pada anak (Wong and Whaley, 1996).
Menurut
Thompson ED. (1992) prinsip bermain di rumah sakit adalah :
a. Kelompok umur
yang sama
Permainan akan lebih efektif apabila dilaksanakan dalam kelompok umur yang
sama agar jenis permainan yang diberikan dapat disesuaikan dengan usia dan
tingkat perkembangan anak.
b. Pertimbangan
keamanan dan infeksi silang
c. Permainan yang
digunakan hendaknya yang mudah dicuci agar infeksi silang dapat dihindari
d. Tidak banyak
energi serta permainan singkat
Anak yang sakit biasanya tidak memiliki energi yang cukup untuk bermain
sehingga permainan yang diberikan harus merupakan permainan yang tidak menguras
tenaga energi yang besar
e. Waktu bermain
perlu melibatkan orang tua
Bila kegiatan bermain dilakukan bersama orang tua, maka hubungan orang tua
dengan anak akan lebih akrab dan kelainan atau perkembangan penyakit dapat
segera diketahui secara dini.
Tekhnik Bermain di Rumah Sakit
a. Berikan alat
permainan untuk merangsang anak bermain sesuai dengan umur perkembangannya
b. Berikan cukup
waktu dalam bermain dan menghindari interupsi
c. Berikan permainan
yang bersifat mengurangi sifat emosi anak
d. Tentukan kapan
anak boleh keluar atau turun dari tempat tidur sesuai dengan kondisi anak
Ciri Bentuk Permainan pada Anak Usia Pra Sekolah
Karakteristik bermain pada anak usia pra sekolah berdasarkan isi
permainannya menurut Wong and Whaley (1996) antara lain :
· Solitary Play : Anak
bermain sendiri dan mencari kesibukan sendiri.
· Parallel Play : Anak bermain dengan permainan
yang sama tanpa ada tukar menukar alat permainan dan tanpa ada komunikasi satu
sama lain
· Assosiatif Play : Anak bermain bersama-sama
temannya dan masing-masing anak bermain berdasarkan keinginannya tetapi tidak
ada tujuan group
· Cooperative Play : Anak bekerja
sama dan berkoordinasi dalam alat-alat dan peranan-peranan; ada perjanjian dan
pembagian tugas
Sedangkan bermain menurut karakteristik sosial adalah :
§ Sosial Affektive Play : Permainan yang mengarahkan anak untuk belajar bersosialisasi dengan
orang lain; misal permainan kucing-kucingan dan permainan sembunyi-sembunyian.
§ Sense of
Pleasure Play : Permainan yang dilakukan untuk mencapai suatu
kesenangan, misal bermain air dan bermain tanah.
§ Dramatic play Role Play : Anak
bermain menggunakan simbol-simbol dalam permainan. Anak mulai berfantasi dan belajar dari model keluarga; misal peran guru,
ibu dan perawat. Menurut Wong and Whaley (1996) Dramatik play adalah permainan
yang membantu anak mengungkapkan perasaan, ketakutan atau kesulitan yang
dialami di rumah sakit dengan menggunakan boneka kesayangannya, peralatan rumah
sakit tiruan dan alat rumah tangga tiruan.
Dramatic play membantu anak belajar tentang
prosedur yang dilakukan pada mereka dan berperan sebagai petugasnya.
§ Skill play : Permainan pada anak yang sifatnya membina keterampilan; misal bermain
roda tiga dan bermain sepatu roda.
Nasionalisme
A. Pengertian Nasionalisme
Nasionalisme tidak terlepas dari tiga unsur
konsep, yakni nation, nasional dan isme. Ketiga unsur terebut memiliki
arti yang berbeda, sama berbeda dengan definisi nasionalisme. Nation
berarti kumpulan penduduk dari suatu provinsi, suatu negeri atau suatu
kerajaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nasional berarti bersifat
kebangsaan; berkenaan/berasal dari bangsa sendiri; meliputi suatu bangsa.
Sehingga Nasionalisme lebih merupakan paham
meskipun berakhiran isme. Hal ini pun diakui dalam KBBI bahwa
nasionalisme adalah paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri.
Nasionalisme bukan merupakan suatu ideologi,
karena ideologi lebih bersifat mendalam. Nasionalisme sendiri secara konseptual
memiliki makna yang beragam. Ada yang mengartikan sebagai kulturnation dan
staatnation, loyalitas (etnis dan
nasional) dan keinginan menegakkan negara , identitas budaya dan sebagainya.
Berikut ini adalah beberapa pengetian dari
nasionalisme:
1.
Nasionalisme sebagai suatu bentuk pemikiran dan
cara pandang yang menganggap bangsa sebagai bentuk organisasi politik yang
ideal. Suatu kelompok manusia dapat disatukan menjadi bangsa karena unsur-unsur
pengalaman sejarah yang sama, dalam arti pengalaman penderitaan atau kejayaan
bersama (Soemarsono
Mestoko).
2.
Nasionalisme adalah suatu identitas kelompok
kolektif yang secara emosional mengikat banyak orang menjadi satu bangsa.
Bangsa menjadi sumber rujukan dan ketaatan tertinggi
bagi setiap individu sekaligus identitas nasional (Walter S.Jones).
Terminologi nasionalisme
ini berbeda dengan patriotisme dan chauvinisme. Patriotisme adalah sikap
seseorang yag bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan
kemakmuran tanah airnya atau semangat cinta tanah air. Sedangkan chauvinisme
adalah paham (ajaran) cinta tanah air secara berlebihan.
B. Fungsi Nasionalisme
Nasionalisme
sebagai idenitas bangsa kita, mempunyai fungsi yang urgen dalam kesatuan dan
persatuan. Fungsi nasionalisme adalah
sebagai cermin yang melihat ke dalam, yaitu untuk menjelaskan identitas,
sekaligus cermin ke luar sebagai suatu bentuk pemikiran yang menjelaskan bahwa
suatu bangsa sejajar secara internasional dengan bangsa lain. Dengan nasionalisme,
keutuhan NKRI akan tetap terjaga.
Membangun Peradaban: Telaah Teoritis Berdasarkan Filsafat dan Islam Mengenai Manusia
A. Pengertian Manusia sebagai Makhluk yang Berperadaban
Berbicara tentang peradaban manuia sangat
menarik sebab sudah menjadi bagian dari manusia yang tak bisa terpisahkan. Peradaban
berasal dari kata adab yang berarti berakhlak atau kesopanan dan
kehalusan budi pekerti. Kebudayaan bisa juga diartikan sebagai tamaddun atau
civilization. Prof. Mudjia Rahardjo memberikan pengertian tentang
peradaban yaitu “bila disepdankan dengan civilization maka peradaban
hanya sebatas benda buatan manusia (cultural materials). Namun, jika
disepadankan tamaddun maka tidak hanya sebatas benda buatan manusia,
namun juga berbagai gagasan cemerlang, pola perilaku luhur dan bermatabat
(Mudjia Rahardjo).” Tamaddun sendiri terdiri dari dua komponen yaitu madaniyah
yang merupakan aspek materi dari tamaddun dan kebudayaan (tsaqaafah)
yang merupakan aspek intelektual dan spiritual dari tamaddun.
Koentjaraningrat memberikan pengertian tentang
peradaban, yaitu bagian-bagian kebudayaan yang halus dan indah seperti kesenian.
Serupa dengan pendapat dengan Koentjaraningrat, Pidarta (dalam Taum,1997)
mengungkapkan bahwa peradaban itu
adalah kebudayaan yang sudah lebih maju.
Dari beberapa pengertian diatas bisa
disimpulkan bahwa peradaban ialah keseluruhan kompleksitas produk pikiran
kelompok manusia yang mengatasi negara, ras, suku atau agama yang membedakannya
dari yang lain. Manusia yang tidak memiliki peradaban adalah manusia yang
biadab. Sebab ketika berbicara peradaban jelas bagi kita membicarakan tentang
nilai.
Peradaban sesungguhnya adalah perwujudan
subyek martabat kepribadian manusia yang unggul, agung dan mulia sebagai
makhluk mulia yang diciptakan (Allah) Maha Pencipta. Manusia sebagai makhluk
unggul agung dan mulia secara kodrati menjangkau nilai-nilai alamiah (natural),
budaya (cultural, peradaban/civilization) termasuk iptek dan
filsafat yang berpucak dengan penghayatan dan pengamalan nilai agama dan
Ketuhanan.
Cohen (dalam Taum) menyebutkan peradaban
adalah jaringan kebudayaan. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kebudayaan dapat
dibuat dengan cara hubungan saling ketergantungan antar etnis. Saling
ketergantungan ini bisa berupa kegiatan atau hubungan kekuatan (power
relationship) yang semakin erat. Hubungan
kekuatan dalam
bentuk saling ketergantungan akan meningkatkan
adaptasi antar etnis, dan dapat
menimbulkan peradaban baru. Peradaban itu adalah
kebudayaan yang sudah lebih maju (Pidarta dalam Taum).
Bila kebudayaan diartikan cara hidup yang dikembangkan oleh anggota-anggota
masyarakat, ini berarti kerjasama adalah suatu kebudayaan.
Langganan:
Postingan (Atom)