Definisi
Terapi bermain adalah salah satu terapi yang menggunakan segala kemampuan
bermain dan alat permainan, anak bebas memilih permainan yang ia sukai dan
perawat ikut serta dalam permainan tersebut. Dan berusaha agar anak bebas mengungkapkan
perasaannya sehingga ia merasa aman, puas dan dihargai (Fortinash and Warrel,
1995). Terapis yang cakap menggunakan teknik ini sebagai metode untuk mengenal
gangguan emosional pada anak (Wong and Whaley, 1996).
Menurut
Thompson ED. (1992) prinsip bermain di rumah sakit adalah :
a. Kelompok umur
yang sama
Permainan akan lebih efektif apabila dilaksanakan dalam kelompok umur yang
sama agar jenis permainan yang diberikan dapat disesuaikan dengan usia dan
tingkat perkembangan anak.
b. Pertimbangan
keamanan dan infeksi silang
c. Permainan yang
digunakan hendaknya yang mudah dicuci agar infeksi silang dapat dihindari
d. Tidak banyak
energi serta permainan singkat
Anak yang sakit biasanya tidak memiliki energi yang cukup untuk bermain
sehingga permainan yang diberikan harus merupakan permainan yang tidak menguras
tenaga energi yang besar
e. Waktu bermain
perlu melibatkan orang tua
Bila kegiatan bermain dilakukan bersama orang tua, maka hubungan orang tua
dengan anak akan lebih akrab dan kelainan atau perkembangan penyakit dapat
segera diketahui secara dini.
Tekhnik Bermain di Rumah Sakit
a. Berikan alat
permainan untuk merangsang anak bermain sesuai dengan umur perkembangannya
b. Berikan cukup
waktu dalam bermain dan menghindari interupsi
c. Berikan permainan
yang bersifat mengurangi sifat emosi anak
d. Tentukan kapan
anak boleh keluar atau turun dari tempat tidur sesuai dengan kondisi anak
Ciri Bentuk Permainan pada Anak Usia Pra Sekolah
Karakteristik bermain pada anak usia pra sekolah berdasarkan isi
permainannya menurut Wong and Whaley (1996) antara lain :
· Solitary Play : Anak
bermain sendiri dan mencari kesibukan sendiri.
· Parallel Play : Anak bermain dengan permainan
yang sama tanpa ada tukar menukar alat permainan dan tanpa ada komunikasi satu
sama lain
· Assosiatif Play : Anak bermain bersama-sama
temannya dan masing-masing anak bermain berdasarkan keinginannya tetapi tidak
ada tujuan group
· Cooperative Play : Anak bekerja
sama dan berkoordinasi dalam alat-alat dan peranan-peranan; ada perjanjian dan
pembagian tugas
Sedangkan bermain menurut karakteristik sosial adalah :
§ Sosial Affektive Play : Permainan yang mengarahkan anak untuk belajar bersosialisasi dengan
orang lain; misal permainan kucing-kucingan dan permainan sembunyi-sembunyian.
§ Sense of
Pleasure Play : Permainan yang dilakukan untuk mencapai suatu
kesenangan, misal bermain air dan bermain tanah.
§ Dramatic play Role Play : Anak
bermain menggunakan simbol-simbol dalam permainan. Anak mulai berfantasi dan belajar dari model keluarga; misal peran guru,
ibu dan perawat. Menurut Wong and Whaley (1996) Dramatik play adalah permainan
yang membantu anak mengungkapkan perasaan, ketakutan atau kesulitan yang
dialami di rumah sakit dengan menggunakan boneka kesayangannya, peralatan rumah
sakit tiruan dan alat rumah tangga tiruan.
Dramatic play membantu anak belajar tentang
prosedur yang dilakukan pada mereka dan berperan sebagai petugasnya.
§ Skill play : Permainan pada anak yang sifatnya membina keterampilan; misal bermain
roda tiga dan bermain sepatu roda.
Adapun bentuk permainan yang sesuai dengan anak usia pra sekolah (Mottet
al, 1994 dan Syamsu Yusuf; 2001) antara lain :
a. Anak usia 2-3
tahun
Bermain boneka, kegiatan belajar, melemparkan dan memungut benda-benda
(seperti bola) serta memasukkan atau mengeluarkan benda-benda dari tempatnya.
b. Anak usia 3-4 tahun
Bermain puzzel, balon, musik, bercerita, bermain game sederhana, belajar
bermain kelompok dengan pengawasan orang dewasa, permainan pura-pura memasak,
membersihkan, menjadi dokter, perawat dan lain-lain.
c. Anak usia 4-5 tahun
Bermain game, menyobek, memotong dengan gunting, buku bergambar,
menggunakan kertas dibuat boneka, topeng dan perahu, memiliki mainan sendiri,
mainan musik (drum), berfantasi, berimajinasi dan menggambar.
d. Anak usia 5-6 tahun
Menangkap bola, membuat gambar segiempat, mengenal angka dan huruf serta
berhitung dan berpakaian sendiri tanpa bantuan.
Terapi Bermain sebagai upaya menurunkan tingkat kecemasan pada anak. Setiap
anak meskipun sedang dalam perawatan tetap membutuhkan aktivitas bermain.
Bermain dapat memberikan kesempatan pada anak untuk menyelesaikan tugas
perkembangan secara normal dan membangun koping terhadap stres, ketakutan,
kecemasan, frustasi dan marah terhadap penyakitnya dan hospitalisasi (Mottet
al, 1990).
Permainan yang sesuai dengan usia anak merupakan alat untuk merealisasikan
keperawatan, medis dan tujuan pengobatan. Bermain menyediakan kebebasan untuk
mengekspresikan emosi dan memberikan perlindungan anak terhadap stres, sebab
bermain membantu anak menanggulangi pengalaman yang diharapkan kecemasan anak
bisa menurun sehingga anak lebih kooperatif dalam menjalani perawatan di rumah
sakit.
Secara psikologis, bermain mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga bagi
anak, diantaranya anak memperoleh perasaan senang, puas, meredakan ketegangan
dan memberikan kesimpulan pada anak untuk mengekspresikan emosinya sehingga
anak memberikan respon kooperatif (Syamsu Yusuf, 2001). Bermain pada dasarnya adalah
pengobatan (Mott et al, 1990). Anak-anak membutuhkan bantuan dalam
menghubungkan fantasi, ketakutan dan kecemasannya. Selama bermain, fisik anak
menjadi lebih aktif dan penggunaan sekelompok otot yang meningkatkan
perkembangan biofisik dan membantu penyembuhan.
Selain itu anak yang cerdas kinestetik pada
usia balita juga mampu melempar benda secara terarah kira-kira sejauh satu
meter, senang memanjat benda yang tinggi, bermain di air, dan naik turun
tangga. ’’Anak mampu melompat dengan dua kaki seperti lompat kodok. Kemampuan
ini memerlukan keseimbangan tubuh dan biasanya dikuasai anak usia 4-5 tahun,’’
imbuh Alzena. Ketika Anda memasang lagu, tubuhnya bergerak harmonis mengikuti
irama musik. Senang aktivitas pura-pura (role playing) misalnya, pura-pura jadi
kodok, bebek, menirukan orang menyetir mobil, atau memasak. Tidak menyukai
duduk dalam waktu yang lama. Ciri lainnya, anak dapat melepaskan kaos, celana,
dan kaos kaki sendiri. Juga bisa membangun jembatan dengan menggunakan
balok-balok tanpa terjatuh. Aktivitas ini melibatkan keterampilan motorik
halus, koordinasi visual motorik, dan keseimbangan.
Konsentrasi dan gerak terarah
Kegiatan yang bisa diajarkan yang berkaitan dengan motorik halus, antara lain melukis, membuat keramik, dan membatik. Pada usia 2-4 tahun anak bisa diajarkan membuat Play-Doh dengan meremas dan membentuk sesukanya. Ketika memasuki usia 5 tahun, ajak anak membuat pola dan menggambar sesuai imajinasinya.
Jenis permainan anak tak hanya kegiatan fisik atau permainan
di luar ruangan, tapi juga permainan di dalam ruangan yang memerlukan
konsentrasi. Tugas orangtua adalah memfasilitasi gerakan anak. Bila anak sedang
senang naik-naik perabotan rumah, buatlah permainan yang memberi kesempatan
anak untuk memanjat-manjat. Misalnya, dengan berpura-pura berada di hutan dan
menirukan semua gerakan binatang. Ajak anak menjadi kelinci, melompat-lompat
keliling ruangan, menjadi ular dengan merayap seperti ular, atau menjadi monyet
dengan bergelantungan di pinggiran kusen pintu. Kali lain, ketika hujan deras
turun, ajak anak melakukan kegiatan dalam ruangan, misalnya membangun istana
dengan balok kayu, main rumah-rumahan di kolong meja makan, atau main ular
tangga. Fasilitasi anak dengan beragam alat seperti bola, hula-hop, dan matras
jungkat jungkit. Kegiatan ini dapat mengalihkan perhatian anak dari layar tv,
bermain play station atau video games. Jangan lupa luangkan waktu untuk bermain
bersamanya.
Full kegiatan yang melibatkan fisik
Libatkan kecerdasan gerak dalam kegiatan belajar anak. Misalnya,
jika anak ingin menghapal ibukota provinsi Indonesia, minta anak membuat urutan
garis dengan menggunakan kapur atau spidol mulai dari ujung ke tengah dan
seterusnya. Bisa juga ketika mengajarkan kosakata misalnya, gempa bumi,
gambarkanlah dengan ilustrasi gerakan tubuh tanpa kata-kata. Atau ketika
belajar matematika, gunakan jari-jari untuk berhitung dan menggunakan lengan
atau kaki untuk mengukur area. Pada anak berusia 2-5 tahun, gambarkan bentuk
geometri seperti segitiga, lingkaran atau persegi dengan merenggangkan tubuh
dan tangannya. Anak akan lebih mudah menerima dan mengingat konsep-konsep tersebut dibanding sekedar menghapalkannya.
dan tangannya. Anak akan lebih mudah menerima dan mengingat konsep-konsep tersebut dibanding sekedar menghapalkannya.
Minta anak menggunakan tubuhnya untuk mengekspresikan
emosinya, misalnya melompat saat ia merasa
gembira atau mengerutkan dahi ketika marah. Ketika anak sedang bermain, setel musik kegemarannya dan biarkan anak berpura-pura menjadi penyanyi atau mengekspresikan lagu. Ini dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Berdansa atau menggerakkan tubuh selain membuat anak senang juga bisa mengusir rasa stress anak.
gembira atau mengerutkan dahi ketika marah. Ketika anak sedang bermain, setel musik kegemarannya dan biarkan anak berpura-pura menjadi penyanyi atau mengekspresikan lagu. Ini dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir kreatifnya. Berdansa atau menggerakkan tubuh selain membuat anak senang juga bisa mengusir rasa stress anak.
Untuk memperpanjang kemampuan memori kinestetik anak bisa
terlihat melalui pola geraknya seperti berpantomim. Misalnya, minta anak
memeragakan seekor gajah, bentuk angka 9, bentuk ombak di laut atau bunga yang
sedang mekar. Minta anak untuk mengulangi kembali gerakan tersebut setelah jeda
istirahat 10-15 menit. Ini dapat menantang batas motoriknya dan meningkatkan
keluwesan gerak tubuh
dan posturnya. Aktivitas ini juga berperan untuk perkembangan kemampuan berpikir anak. Tunjukkan gambar hewan, objek benda atau bangunan, lalu minta anak membuat posisi dengan bahasa tubuh dan menggerakkan seluruh tubuhnya. Amati posisi atau sikap tubuh anak ketika bergerak agar gerakan tidak membahayakan koordinasi tubuhnya.
dan posturnya. Aktivitas ini juga berperan untuk perkembangan kemampuan berpikir anak. Tunjukkan gambar hewan, objek benda atau bangunan, lalu minta anak membuat posisi dengan bahasa tubuh dan menggerakkan seluruh tubuhnya. Amati posisi atau sikap tubuh anak ketika bergerak agar gerakan tidak membahayakan koordinasi tubuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar